Photobucket

Kamis, 19 Februari 2009

Persalinan Kurang Bulan

Definisi persalinan kurang bulan dibatasi pada kontraksi uterus yang berulang dengan atau tanpa sakit, yang menuju dilatasi serviks yang progresif, yang berlangsung anatar minggu ke-20 sampai minggu ke-37 kehamilan.

Persalinan kurang bulan biasanya memberikan gejala-gejala sebagai berikut:
• Kontraksi uterus yang reguler, dengan atau tanpa nyeri, berlangsung lebih dari sekali setiap 15 menit, tiap kontraksi berlangsung lebih dari 30-40 detik, dalam jangka waktu satu jam.
• Tekanan pada daerah panggul
• Perubahan pada lendir vagina
• Nyeri daerah punggung yang menetap
• Nyeri perut yang intermitten
• Adanya spotting atau perdarahan per vaginam


Pada sebagian besar kasus, penyebab persalinan kurang bulan tidak diketahui. Akan tetapi, terdapat beberapa factor resiko yang berhubungan dengan persalinan kurang bulan:
• Riwayat aborsi sebelumnya (dua atau lebih aborsi yang terjadi di trimester pertama atau satu aborsi yang terjadi pada trimeseter kedua)
• Status sosioekonomi yang rendah
• Merokok
• Persalinan prematur sebelumnyua
• Interval antar kehamilan singkat
• Anommalikongenital
• Korioamnionitis
• Ketuban pecah sebelum waktuya
• Abrupsio atau placenta previa
• Status nutrisi tidak baik
• Anomali uterus
• Usia ibu yang tua atau <18 th
Terapi terhadap persalinan kurang bulan adalh eliminasi faktor resiko, bed rest, pengobatan glokokortikoid antenatal, dan tokolitik baik oral maupun parenteral.

Tokolitik secara rutin digunakan pada kehamilan kurang dari 34 minggu jika tidak terdapat kontraindikasi terhadap pengobatan. Pengobatan pada usia kehamilan 34-37 minggu berbeda-beda sesuai keadaaan ibu dan janin. Usia kehamilan harus dihitung secara teliti untuk memulai terapi dengan obat tokolitik. Jika ketuban utuh, pengobatan antibiotik tidak menunjukkan keuntungan tersendiri. Beberapa beta-agonis intravena (ritodrine dan terbutaline) digunakan untuk mengobati persalinan kurang bulan.
Obat-obatan tokolitik yang biasanya digunakan:
• Terbutaline, 5 mg tiap 4-6 jam, atau ritodrine, 10 mg tiap 4-6 jam.
• Calcium channel blockers, nifedipine dan verapamil. Nifedipine diberikan 40 mg dalam 40 menit pertama, dilanjutkan dengan 10-30 mg tiap 3-6 jam, Jumlah dosis yang diberikan serta interval pemberian dapat dimodifikasi sesuai dengan pola kontraksi dan efek sampingnya.
• Prostaglandin synthetase inhibitors, indomethacin dan ibuprofen digunakan dalam dosis standar, terutama untuk kehamilan kurang dari 32 minggu.

Kontraindikasi penggunaan obat tokolitik:
• Perdarahan banyak
• Abrupsio
• Preeklampsi berat
• Eklampsia
• Kematian janin dalam rahim
• Pertumbuhan janin terhambat yang berat
• Hipertensi pulmonal
• Intoleransi terhadap tokolitik
• Janin yang matur
• Anomali janin yang letal
• Choriomanionitis


Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
Bayi dengan berat badan lahir yang rendah yang kecil masa kehamilan merupakan keadaan janin yang menderita pertumbuhan janin terhambat. Berdasarkan penelitian Warkany dkk, angka normal untuk berat badan bayi, panjang badan bayi, dan lingkar kepala merupakan kriteria untuk menetukan terhambatnya pertumbuhan bayi. Sekitar 1/3 dari bayi yang lahir dengan berat badan lahir <2500 gr merupakan janin yang matur dan kecilnya ukuran janin dapat dijelasakan dengan insufisiensi plasenta kronik.
Berdasarkan penelitian ini, dapat dikatakan bahwa berat badan lahir bayi tudak hanya ditentukan oleh lamanya kehamilan tetapi juga oleh kecepatan pertumbuhan janin.

Janin yang kecil untuk masa kehamilan adalah janin dengan berat badan di bawah persentil ke-10 untuk usia kehamilannya. Sebagian bayi dengan berat badan lahir yang berada di bawah persentil ke-10 tidak mengalami pertumbuhan janin yang terhambat secara patologis tetapi memang kecil karena faktor biologis. Karena adanya ketidakcocokan seperti ini, beberapa klasifikasi lain diajukan. Seeds menganjurkan definisi berdasarkan berat badan lahir yang berada di bawah persentil ke-50. Usher dan McLean menganjurkan bahwa standar petumbuhan janin seharusnya berdasarkan rata-rata berat untuk usianya dalam standar deviasi ± 2. Fungsi plasenta yang terganggu merupakan penyebab yang paling umum pada bayi kecil masa kehamilan.

Walaupun keadaan ini kadang memperlihatkan anatomi plasenta yang abnormal, keadaan inbi lebih sering memperlihatkan aadanya gangguan pada fungsi plasenta (misalnya yang disebabkan oleh merokok, perfusi plasenta yang terganggu, infeksi, infark plasenta). Pada beberapa kasus, fungsi plasenta yang abnormal mungkin disebabkan oleh pembuluh darah-platelet yang abnormal atau interaksi platelet dengan platelet yang disebabkan oleh produksi prostasiklin yang kurang, yang menghasilkan dominansi relatif tromboksan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat. PJT berhubungan dengan ksakitan dan kematian pada perinatal. Hal ini dapat disebebkan oleh asfiksia pada saat lahir, aspirasi mekonium, hipoglikemi dan hipotermia neonatal, perkembangan neurolgis yang abnormal. Pertrumbuhan postnatal dan [erkembangan janin yang mengalami PJT tergantung penyebab restriksi, nutrisi pada saat bayi, dan sosial ekonomi. Bayi yang mengalami PJT yang disebabkan oleh kelainan kongenital, penyakit virus, kromososm atau pengaruh dari ukuran ibu biasanya akan tetap berukuran sama sepanjang hidupnya, sedangkan bayi yang mengalami PJT yang disebabkan oleh kelainan plasenta harus diberi nutrisi yang baik agar dapat melakukan tumbuh kejar.


Faktor risiko PJT, diantaranya :
Faktor ibu
1. Wanita yang memulai kehamilan dengan berat dibawah 50 kg lebih berisiko dua kali lipat.
2. Faktor nutrisi ibu. Kurangnya penambahan berat badan selama kehamilan dapat dihubungkan dengan terhambatnya pertumbuhan janin. Kurangnya penambahan berat badan pada trimester kedua kehamilan terutama dihubungkan dengan menurunnya berat lahir.
3. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan efek dari dari gaya hidup seperti rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan dan nutrisi yang kurang. Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang memiliki lingkungan yang paling kurang sehat memiliki bayi dengan berat badan terkecil.

Faktor janin :
1. infeksi janin. Virus, bakteri dan protzoa, terutama oleh rubella dan cytoegalovirus terbukti meningkatkan risiko PJT hingga 5%. Rubella dan cytomegalovirus adalah dua mikroorganisme yang paling sering menyebabkan KMK. Hepatitis A dan B, Listeriosis, Tuberculosis dan syphilis juga dilaporkan menyebabkan PJT. Toxoplasma adalah protozoa yang paling sering dikaitkan dengan PJT, selain malaria kongenital.
2. Malformasi kongenital. Semakin parah malformasi dari fetus, semakin mungkin anak itu PJT. Terutama malformasi karena kelainan kromosom atau malformasi kardiovaskular yang parah.
3. Kelainan kromosom. Plasenta atau fetus dengan trisomi autosom terkait dengan PJT. Pad trisomi 21 pertumbuhan janin terhanbat biasanya hanya ringan. Sedangkan pada trisomi18 petumbuhan janin akan terpengaruh secara signifikan. Pada trisomi 13 juga mengalami pertumbuhan janin yang terhambat, tetapi tidak seberat pada trisomi 18. Kelainan Trisomi 16 menebabkan insufisiensi plasentaang menyebabkan bayak kasus dari pertumbuhan janin terhambat yang tidak dapat dijelaskan. Terhambatnya pertumbuhan janin secara signifikan tida terlihat pada sindroma Turner ataupun Klinefelter.
4. Kelainan tulang dan cartilago. Beberapa kelainan turunan seperti ostogenesis imperfekta dan variasi dari chondrodystrophies terkait dengan pertumbuhan janin yang terhambat.
5. Teratogen. Zat teratogen apapun dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin seperti rokok, opiat, alkohol dan kokain dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin, baik itu secara langsung ataupun karena mengurangi asupan makanan maternal.

6. Penyakit vaskular. Terutama apabila diperparah dengan preeklampsi, penyakit vaskular kronis umumnya mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan janin.
7. Penyakit renal.

8. Hipoksia kronis. Apabila terekspos secara terus menerus di lingkungan yang tingkat oksigennya kurang, berat badan fetus akan berkurang secara signifukan
9. Anemia. Anemia umumnya tidak mengakibatkan PJT kecuali sicle cell anemia dan beberapa anemia yang diturunkan secara genetik.
10. Abnormalitas plasenta dan tali pusat, pertumbuhan terhambat diakibatkan karena insufisiensi sirkulasi uteroplasental.
11. Kehamilan multpel
12. Sindrom antibodi antiphospholipid. Antibodi ini dapat ditemukan pada wanita dengan riwayat keguguran berulang pda trimester kedua, atau riwayat PJT pada awal kehamilan terutama bila disertai dengan hipertensi
13. Kehamilan ekstrauterin


Efek jangka panjang
Terdapat hubungan antara nutrisi fetaus yang kurang maksimal dengan meningkatnya risiko hipertensi dan atherosklerosis walaupun beberapa jurnal kurang setuju dengan hipotesis ini. Studi lain mengemukakan bahwa komlikasi dari terhambatnya pertumbuhan janin ini adalah menungkatnya risiko dari penyakit jantung iskemik pada ibu.


IDENTIFIKASI INTRA UTERINE GROWTH RESTRICTION
Pada awal umur kehamilan, kenaikan berat badan dan pengukuran pertumbuhan fundus uterus selama kehamilan mengidentifikasikan kelainan pertumbuhan abnormal janin pada wanita resiko rendah. Faktor resiko, termasuk pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan sebelumnya, meningkatkan kemungkinan kejadian. Pada wanita dengan faktor resiko yang signifikan, dianggap harus dilakukan sonografi secara berulang.. Walaupun pemeriksaan secara berkala tergantung dari klinis, waktu pemeriksaan awal, idealnya pada trisemester pertama diikuti pemeriksaan kedua pada umur kehamilan 32-34 minggu, atau saat diindikasikan, dapat mengidentifikasi kasus-kasus growth restriction. Walaupun begitu, diagnosis definitive tidak dapat dibuat hingga persalinan.
Identifikasi pertumbuhan janin untuk pertumbuhan janin terhambat masih belum pasati. Walaupun begitu, teknik pemeriksaan yang simpel dan teknik pemeriksaan yang kompleks dapat membantu mendiagnosa pertumbuhan janin terhambat (fetal growth restriction).

TINGGI FUNDUS UTERUS
Pemeriksaan fundus uterus dengan teliti secara berkala merupakan pemeriksaan yang mudah, aman dan tidak mahal serta metode screening yang akurat untuk mendeteksi kecil masa kehamilan. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur lengkungan perut dari atas simfisis pubis hingga fundus uterus yang dapat diidentifikasikan dengan palpasi dan perkusi. Diantara 18 dan 30 minggu, tinggi fundus uterus berhubungan dengan minggu masa kehamilan. Jika pengukuran lebih dari dari 2-3 cm dari tinggi yang diperkirakan, pertumbuhan janinyang tidak sesuai bisa dicurigai.

PENGUKURAN USG
Pengukuran ultrasound awal pada umur 16-20 minggu untuk mengetahui umur kehamilan dan kelainan.. Hal ini dilakukan berulang pada 32-34 minggu untuk mengevaluasi pertumbuhan fetus.

DOPPLER VELOCIMETRY
Doppler velocimetry erteri umbilikal yang abnormal ditunjukkan dengan tidak adanya atau reversed end diastolic flow. Penggunaan velocimetry merupakan test non stress pada manajemen pertumbuhan janin terhambat yang telah direkomendasikan.



DISKUSI
PJT terjadi kalau tinggi fundus pada pemeriksaan fisik kurang dari seharusnya, terutama pada ibu hamil dengan faktor resiko yang diketahui. Diagnosis ini dikonfirmasi dengan USG dan berat dari fetus kurang dari persentil 10 dari normal untuk umur kehamilan. USG serial setiap 2-4 minggu penting untuk memonitor pertumbuhan fetus dan konfirmasi diagnosis ketika pasien didiagnosa PJT. Pada kasus ini, pasien diduga PJT karena pada pemeriksaan fisik didapat tinggi fundus dan umur kehamilan tidak sesuai. Dari anamnesis diketahui pasien memiliki banyak faktor resiko untuk terjadinya PJT, seperti asupan nutrisi yang kurang, tempat tinggal di dataran tinggi, memiliki riwayat merokok dan riwayat persalinan prematur. Kecurigaan terjadinya dipastikan dengan pemeriksaan USG. Penatalaksanaan pada pasien PJT adalah individual. Langkah pertama adalah menghindari/mengobati penyebabnya. Pada pasien ini dilakukan perawatan konservatif dengan pertimbangan umur kehamilan yang masih 32 minggu dan kecurigaan paru-paru janin yang belum matang. Perawatan konservatif dilakukan dengan tirah baring, pemberian kalori ≥ 2600 kal/ hari, pemberian steroid untuk pematangan paru-paru janin dan pemberian tokolitik nifedipin sambil memantau kondisi ibu dan janin.


DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, T Gary, Williams Obstetrics 22nd Edition.2005.USA.McGraw-Hill Companies,Inc
2. Bader, Thomas J. Ob/Gyn Secrets 3rd edition. USA : Elsevier Mosby.

3. DeCherney, Alan H & Pernoll, Martin L. Current.Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment.8th Edition. Appleton&Lange.

Baca Selengkapnya...

Senin, 16 Februari 2009

Duet Teh dan Madu, Cara Ampuh Bunuh Bakteri

Tak banyak yang menyadari tradisi minum teh yang biasa dilakukan orang Inggris jaman dulu memiliki efek baik bagi kesehatan. Riset terbaru yang dirilis awal Maret memberikan solusi bahwa mencampur teh hijau dan madu terbukti efektif menurunkan bakteri penyebab penyakit (patogen) dalam daging yang kita konsumsi.

"Hasil riset yang kami lakukan menunjukkan campuran teh melati dan madu atau teh hijau dan madu memiliki aktifitas mikrobial yang tinggi," jelas pemimpin riset Daniel Fung, profesor dari Kansas State University. Studi dilakukan pada medium cair dengan menggunakan ekstrak teh dan madu yang terbukti bisa mengurangi bakteri Listeria monocytogenes dan E. coli O157:H7. Listeria adalah bakteri berbahaya yang ditemukan pada susu mentah, es krim, keju lunak, dan daging ikan mentah/asap. Pada medium cair, komponen jadi mudah berinteraksi dengan organisme.

Peneliti juga meneliti makanan padat, yang termasuk jenis medium yang sulit untuk mencari reaksi komponen-komponen yang menghalangi perkembangan bakteri patogen. Dalam riset tersebut, peneliti menggunakan irisan tipis daging dada kalkun, yang diberi campuran teh melati dan madu kental, hasilnya tingkat bakteri Listeria monocytogenes turun 10 sampai 20 persen, presentase yang sama juga ditemukan saat campuran teh dan madu digunakan pada hot dog. Kadar pengurangan tertinggi ditemukan pada hot dog yang mengandung sodium lactate, potassium lactate dan sodium diacetate. "Dalam hot dog jenis itu campuran teh dan madu bisa menekan pertumbuhan patogen, dibanding hot dog yang tak mengandung komponen tersebut," papar Fung yang menambahkan bahwa hot dog masih mengalami pengurangan patogen setelah 14 hari masa pecobaan.

Demi alasan kesehatan Fung menganjurkan teh sebagai minuman yang wajib dikonsumsi setiap hari, terlebih bagi mereka yang menyukai makan daging dan sayuran mentah untuk selau menyertakan paduan teh dan madu saat mengolah makanan yang akan disantap mentah. "Biasakanlah untuk menggunakan teh dan madu saat mencuci daging mentah untuk membuang komponen asing yang berbahaya bagi kesehatan. Dan akan lebih baik jika Anda menggunakan bahan alami daripada menggunakan asam laktat," tambah Fung, seperti dilansir dari Newswise.



Baca Selengkapnya...

Duduk Lama Dapat Sebabkan Nyeri Pinggang Bawah

BEKERJA di kantor, di pabrik, di pasar, dan di rumah tidak terlepas dari posisi duduk. Tukang jahit, tukang sayur, kasir, murid sekolah, pegawai bank, pegawai perusahaan, pekerja di depan komputer, penjaga tol, sopir, dan pedagang juga tidak terlepas dari bekerja dengan posisi duduk.

MASALAH kesehatan apakah yang dapat ditimbulkan karena duduk ini? Ternyata, sekitar 60 persen orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah duduk. Suatu penelitian di sebuah rumah sakit menunjukkan bahwa pekerjaan dengan duduk lama (separuh hari kerja) dapat menyebabkan hernia nukleus pulposus, yaitu saraf tulang belakang "terjepit" di antara kedua ruas tulang belakang sehingga menyebabkan selain nyeri pinggang juga rasa kesemutan yang menjalar ke tungkai sampai ke kaki. Bahkan, bila parah, dapat menyebabkan kelumpuhan.

MENGAPA duduk lama dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah? Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Dan, bila ini berlanjut terus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus. Bila tekanan pada bantalan saraf pada orang yang berdiri dianggap 100 persen, maka orang yang duduk tegak dapat menyebabkan tekanan pada bantalan saraf tersebut sebesar 140 persen. Tekanan ini menjadi lebih besar lagi 190 persen bila ia duduk dengan badan membungkuk ke depan. Namun, orang yang duduk tegak lebih cepat letih karena otot-otot punggungnya lebih tegang. Sementara orang yang duduk membungkuk kerja otot lebih ringan, namun tekanan pada bantalan saraf lebih besar.

Setelah duduk selama 15-20 menit, otot-otot punggung biasanya mulai letih. Maka, mulai dirasakan nyeri pinggang bawah. Penelitian terhadap murid sekolah di Skandinavia menemukan 41,6 persen yang menderita nyeri pinggang bawah selama duduk di kelas, terdiri dari 30 persen yang duduk selama satu jam, dan 70 persen yang duduk lebih dari satu jam.

Bila merasakan nyeri pinggang bawah, hal pertama yang perlu dilakukan adalah berdiri. Berelaksasi setiap 20-30 menit sangat penting untuk mencegah ketegangan otot. Berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali sangat menolong. Jalan-jalan satu jam sekali juga sangat menolong mengurangi ketegangan otot.

Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri pinggang bawah antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk dengan membengkokkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran di pinggang bawah (pendukung lumbal). Selain itu, selama duduk perlu menghindari duduk dengan mencondongkan kepala ke depan karena dapat menyebabkan gangguan pada leher, duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan leher, serta duduk tanpa sokongan lengan bawah karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan pinggang.

Bagaimanakah duduk yang benar? Sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada di belakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Seluruh lengkung tulang belakang harus terdapat selama duduk. Caranya, duduklah di ujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu, tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki bila perlu) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit.

Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi atau meja, jaga bahu tetap rileks. Bila duduk dengan kursi beroda dan berputar, jangan memutarkan pinggang selama duduk, sebaiknya putarkan seluruh tubuh. Bila berdiri dari posisi duduk, usahakan berdiri dengan meluruskan kedua tungkai. Hindari membungkukkan badan ke depan pinggang, segera luruskan punggung dengan melakukan 10 kali gerakan membungkukkan badan selama berdiri.

Selain tindakan pencegahan tersebut di atas, yang terpenting adalah perlu adanya program kegiatan olahraga senam untuk mengurangi maupun mencegah nyeri pinggang bawah pada setiap pekerja sebelum memulai hari kerjanya. Di samping itu, hal penting lain yang tidak boleh dilupakan adalah desain kursi yang ergonomis. Perusahaan LA Times mengurangi kerugian jutaan dollar AS akibat nyeri pinggang bawah, leher, bahu, dan pergelangan tangan di antara pekerjaan sebesar 50 persen, dengan memperbaiki sistem ergonomi (antara lain desain kursi yang sesuai dan sikap duduk) dan sering istirahat.

Sikap duduk yang benar adalah pertama duduk dengan sikap membungkuk ekstrem. Kemudian setelah beberapa detik, secara perlahan tegakkan punggung dan lengkungkan. (Jangan mempertahankan terlalu lama posisi ini karena dapat menyebabkan ketegangan otot punggung). Kemudian, relaksakan lengkung lumbal sekitar 10 persen agar sikap tubuh benar. Bekerjalah dengan sikap seperti ini selama duduk. (Dr. Diana Samara adalah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Trisakti)Sumber: Depkes




Baca Selengkapnya...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KEJANG DEMAM

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

2. Patofisiologi


a. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.

2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.

3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)


b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.


c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.



3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.


4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.
a. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .

b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.


c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan


5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.

Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.

Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.


6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.


b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.


7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap
b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
c. Menarik dan mendorong mainan
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
3. Motorik halus
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
b. Melepaskan dan meraih dengan baik
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
d. Menggambar dengan membuat tiruan
4. Vokal atau suara
a. Mengatakan 10 kata atau lebih
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh
5. Sosialisasi atau kognitif
a. Meniru
b. Menggunakan sendok dengan baik
c. Menggunakan sarung tangan
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas
e. Mulai sadar dengan barang miliknya


8. Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.

b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan
8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain

c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut


B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma


2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi


3. INTERVENSI

Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan

Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi

Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.

Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.


Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.


6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningkat





Baca Selengkapnya...
KTI-SKRIPSI KEPERAWATAN
lebih dari 100 contoh kti-skripsi keperawatan ada disini, klik here
 

DOWNLOAD AREA

Download Macam-Macam Askep, disini
Download Artikel Kedokteran, disini
Download Artikel Seputar Kebidanan, disini

Followers

Blog Archive