Photobucket

Jumat, 28 November 2008

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorragic Fever (DHF)

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorragic Fever (DHF), sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 sampai sekarang, sering kali penyebab kematian terutama pada anak remaja dan dewasa. DBD juga telah menyebar kehampir seluruh wilayah indonesia dan dari tahun ketahun penderitanya cenderung meningkat.

DBD atau DHF merupakan penyakit umum yang sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan, Indenesia sebagai negara tropis tidak luput dari serangan DBD. DBD yang lebih dikenal Demam Berdarah ini menjadi momok yang mengerikan. Dalam waktu yang relatif singkat, DBD dapat menelan banyak korban. Penyakit ini di tularkan oleh gigitan nyamuk Aedes ( A. Aegypti dan A. Albopictus ) sampai saat ini ada 4 jenis virus yang telah di identifikasi yaitu tipe I, II, III dan IV. Virus ini memungkinkan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia ( individu ).

Penularan DBD oleh satu jenis virus menjadikan tubuh memproduksi imun tetap terhadap jenis virus tersebut, tetapi hanya merupakan imun sementara untuk jenis virus yang lain, nyamuk ( vektor ) tetap membawa virus sampai mati. Oleh karena itu, setiap tahun masyarakat selalu di kejutkan kembali dengan merabaknya DBD, dengan jumlah kasus yang cukup banyak.
DBD kembali melanda negara kita. Penyakit ini tiap tahun telah membawa banyak korban jiwa, bahkan jumlah kasus serta korban jiwa meningkat tiap tahunnya. Jumlah korban penderita DBD sepanjang tahun 1999 sebanyak 21.134 orang, tahun 2000 sebanyak 33.443 orang, tahun 2001 sebanyak 45.904 orang, tahun 2002 sebanyak 40.377 orang, tahun 2003 sebanyak 50.131 orang, sedangkan pada tahun 2004 sampai saat ini telah jatuh korban tidak kurang dari 247 orang meninggal ( Larasati, 2005).

Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Departemen Kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi di perluas dengan menggunakan Larvasida yang di taburkan ke tempat penampungan air yang sulit di bersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
Merebaknya kasus DBD mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit. Selain itu, masyarakat biasanya kurang tanggap dengan gejala-gejala DBD. Hal ini, tentu saja menyebabkan penyebaran virus menjadi tidak terkontrol, karena tidak ada mekanisme diagnosa ( isolasi ) terhadap penderita DBD. Oleh karena itu, perlu mekanisme diagnosa untuk mengontrol penyebaran DBD dan kelangsungan hidup dari virus dengue dalam suatu daerah. Mekanisme diagnosa yang dapat dilakukan yaitu isolasi yang bertujuan membatasi ruang gerak kelompok individu yang telah terinfeksi dan mencegah kontak langsung kelompok yang sehat dan terinfeksi.

Karena peningkatan jumlah kasus serta angka kematian, ada yang mensinyalir kalau virus dengue yang mewabah sekarang adalah virus baru. Kemungkinan ini tidak tertutup karena dengue adalah virus RNA ( virus yang menggunakan RNA sebagai genomnya ) yang bermutasi jauh lebih cepat dibandingkan dengan virus DNA. Begitu juga kemungkinan rekombimnasi ( penyilangan gen ) juga tidak bisa di kesampingkan. Beberapa penelitian juga telah membuktikan terjadinya rekombinasi pada virus dengue. Kedua mutasi dan rekombinasi ini akan melahirkan virus ‘berwajah’ baru, dengan sifat dan karakter yang baru ( Siswono, 2004 ).

Faktor resiko pada DBD salah satunya adalah usia pasien walaupun DBD dapat dan memang menyerang orang dewasa, tidak jarang kasusnya di temukan pada anak-anak, dan bukti tidak langsung memperlihatkan bahwa beberapa kelompok anak-anak di masyarakat mungkin justru lebih rentan terhadap syndrom pecahnya pembuluh darah daripada kelompok dewasa (Widyastuti, 2004 ).

Keluarga klien terutama ibu adalah orang yang sangat berperan penting dalam kelangsungan tumbuh kembang dan status kesehatan anggota keluarganya. Seorang anak atau sebuah keluarga tidak akan tumbuh menjadi keluarga yang sehat, bila tidak di dukung oleh pengetahuan seseorang didalam keluarganya tentang penyakit yang mempengaruhi kesehatan keluarganya. Pengetahuan dan kesadaran merupakan hal penting yang mendasari salah satu keluarga untuk menjaga kesehatan keluarganya sehingga menjadi sumber daya yang berkualitas.
Pengetahuan merupakan pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan informasi, ide yang diperoleh sebelumnya ( Notoatmodjo, 2003 ).

Menurut World Health Organization (WHO) gejala umum dari DBD adalah di awali dengan demam tinggi yang mendadak 2-7 hari ( 38ºC sampai 40ºC ), manisfestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif, pendarahan mukosa, epitaksis, melena, hepatomegali ( pembesaran hati ), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg, tekanan sistolik sampai 80 mmHg, pada hari ke-3 samapi ke-7 trombosit menurun sampai 100.000/mm³, sedangkan hematokrit nilainya meningkat. Gejala klinik lainnya yang dapat menyertai adalah anoreksia, lemah, mual muntah, sakit perut, diare kejang dan sakit kepala, juga di sertai rasa sakit pada otot dan persendian.

Anda tertarik dengan karya tulis ilmiah keperawatan berjudul "Gambaran Pengetahuan Keluarga Klien Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)” di Ruang Gelatik Rumah Sakit AAA. klik disini

Comments :

1

thanx's for information

wudy mengatakan...
on