ABSTRACT
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia. Mycobakterium Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. (Depkes RI,2002).“Indonesia adalah Negara ketiga terbesar dengan masalah Tuberkulosis di dunia. Tuberkulosis sendiri adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular. Serta Tuberkulosis pun sebagai penyebab kematian nomor tiga pada seluruh kalangan usia. Dimana sebagian besar penderita Tuberkulosis berusia produktif 15-55 tahun. Setiap tahun terjadi 500.000 kasus baru serta 140.000 lainnya meninggal karena Tuberkulosis”. (www.Google.com).
Diprovinsi Jawa Barat penyakit Tuberkulosis paru menempati urutan ke dua setelah Stroke sebagai penyakit penyebab kematian penderita usia 5-44 tahun serta lansia dan pralansia yang dirawat di Rumah Sakit. (Pofil kesehatan provinsi Jawa Barat,2005)
Bahkan cakupan penemuan Tberkulosis paru di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 1997 sampai 2005 setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Tuberkulosis merupakan penyakit kronis yang berlangsung lama dan menahun. Begitu juga dalam pengobatan diperlukan pengobatan yang lama dan teratur, dimana lama pengobatan Tuberkulosis adalah enam bulan yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap pengobatan intensif selama dua bulan dan fase pengobatan lanjutan selama empat bulan. Sehubungan dengan pengobatan yang lama, maka diperlukan keteraturan agar pengobatannya tuntas. Menurut Smelzer dan Bare (2002), yang menjadi alasaan utama gagalnya pengobatan adalah pasien tidak mau minum obatnya secara teratur dalam waktu yang diharuskan. Pasien biasanya bosan harus makan banyak obat setiap hari selama beberapa bulan. Karena itu para pasien cenderung menghentikan pengobatannya secara sepihak.
Berdasarkan laporan triwulan hasil pengobatan penderita Tuberkulosis paru yang terdaftar di RSUD “Dr. Slamet” Garut triwulan empat tahaun 2003, masih ada pasien Tuberekulosis drop out. Dari jumlah pasien Tuberkulosis paru dievaluasi sebanyak 65 orang terdapat10 orang sembuh, 4 orang pengobatan lengkap, 30 orang gagal, 17 orang pindah dan 31 orang drop out.
Untuk menanggulangi berbagai permasalahan penyakit Tuberkulosis maka WHO merekomendasikan untuk menerapkan strategi DOTS (Direcly Observed Treatment Short course) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek. DOTS adalah suatu cara pengobatan Tuberkulosis dimana setiap pengobatan Tuberkulosis yang di temukan harus diawasi secara langsung agar menelan obat secara teratur selama enam bulan. Namun pada tahun 1995-1998 strategi DOTS ini baru mencapai cakupan sekitar 10% (Depkes RI, 2002).
Keteraturan dan ketaatan penderita Tuberkulosis dalam makan obat dapat dilihat sebagai prilaku manusia. Didalam pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam diri individu, dan dari luar individu itu sendiri. Faktor dari dalam diri individu yaitu pengetahuan, sikap dan motivasi, sedangkan faktor dari luar yaitu dukungan social. Menurut Snehands dalam Notoatmojo (2003) salah satu faktor yang mendorong manusia dan masyarakat untuk berperilaku sehat adalah adanya dukungan keluarga dan masyarakat sekitar. Dimana dukungan keluarga sangat berperan, karena pasien lebih banyak kontak dengan keluarga mereka. Selengkapnya ada di: Karya Tulis dengan judul
"GAMBARAN PENYEBAB TERJADINYA DROP OUT OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSUD Dr. SLAMET GARUT "
Anda bisa dapatkan klik disini
Comments :
0 komentar to “DROP OUT OBAT ANTI TUBERKULOSIS”
Posting Komentar