Photobucket

Sabtu, 13 Desember 2008

Kecerdasan Emosi

Pengertian Kecerdasan Emosi

1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi atau dikenal dengan istilah Emotional Intelligence (EI) adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di sekitarnya. EI ini tidak saling bertabrakan dengan IQ karena memang punya wilayah 'kekuasaan' yang berbeda. IQ umumnya berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis dan analitis, dan diasosiasikan dengan otak kiri. Sementara, EI lebih banyak berhubungan dengan perasaan dan emosi (otak kanan). Kalau ingin mendapatkan tingkah laku yang cerdas maka kemampuan emosi juga harus diasah. Karena untuk dapat berhubungan dengan orang lain secara baik kita memerlukan kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi diri dan orang lain secara baik. Di sinilah fungsi dari kecerdasan emosi.

EI bukan merupakan bakat, tapi aspek emosi di dalam diri kita yang bisa dikembangkan dan dilatih. Jadi setiap orang sudah dianugerahi oleh Tuhan kecerdasan emosi. Tinggal sejauh mana pengembangannya, itu tergantung kemauan kita sendiri. Satu yang pasti, EI kita akan terbentuk dengan baik apabila dilatih dan dikembangkan secara intensif dengan cara, metode dan waktu yang tepat.

Ada lima wilayah utama dalam EI, yakni : mengenali emosi diri, mengendalikan emosi diri, memotivasi diri, mengenali emos orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. EI yang baik akan mampu memaksimalkan prestasi kita. Kita bisa bekerja efektif dalam sebuah tim, bisa mengenali dan mengendalikan emosinya sendiri dan orang lain dengan tepat. Umumnya, orang yang memiliki EI tinggi akan terlihat bahagia dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
Aspek - aspek kecerdasan emosi menurut Rakhmat, 1985 adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan diri
Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dilaminya.
b. Kemampuan untuk memotivasi diri
Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi.
c. Empati
Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu anda membaca dan memahami perasaan orang lain tersebut.
d. Ketrampilan sosial
Merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Walgito (1993) membagi faktor yang mempengruhi pesepsi menjadi dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.

Emosi adalah hal begitu saja terjadi dalam hidup Anda. Anda menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon Anda terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada Anda.
Membahas soal emosi maka sangat eratan kaitannya dengan kecerdasan emosi itu sendiri dimana merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadap frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan mampu mengendalikan stres.
Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi antara lain misalnya kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi dan sebagainya.

Nah, agar kecerdasan emosional Anda terjaga dengan baik, berikut 7 ketrampilan yang harus Anda perhatikan dan tak ada salahnya Anda coba:
* Mengenali emosi diri
Ketrampilan ini meliputi kemampuan Anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian.
* Melepaskan emosi negatif
Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
* Mengelola emosi diri sendiri
Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan.
Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda.
Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.
* Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional--menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati--adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
* Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.
* Mengelola emosi orang lain
Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia.
Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.
* Memotivasi orang lain
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.

Jadi, sesungguhnya ketujuh ketrampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Anda tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau Anda tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain.

Apakah kecerdasan emosi?

Kecerdasan emosi. Istilah itu sedemikian masif satu dekade belakangan ini. Puluhan buku diterbitkan untuk mengupasnya. Dipercaya bahwa kecerdasan emosi sangat menentukan kesuksesan seseorang. Bahkan ada yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi lebih penting ketimbang kecerdasan intelektual. Jika kecerdasan intelektual relatif tergantung pada faktor genetika, maka kecerdasan emosi bisa dikembangkan secara terus menerus tanpa henti. Lalu, apakah sebenarnya kecerdasan emosi itu?

Peter Salovey dan John D. Meyer adalah orang yang pertama-tama mengenalkan istilah kecerdasan emosi. Mereka menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengerti emosi, menggunakan dan memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran, mengenal emosi dan pengetahuan emosi, dan mengarahkan emosi secara reflektif sehingga menuju pada pengembangan emosi dan intelektualitas. Menurut mereka, terdapat empat tahapan keterampilan emosi untuk mencapai kecerdasan emosi. Masing-masing dari empat tahapan kecerdasan emosi itu memiliki empat hal. Berikut penjelasannya masing-masing.

Tahap 1. Persepsi, penilaian, ekspresi emosi
Tahap pertama ini terdiri dari empat hal :
- Mampu mengenal emosi secara fisik, rasa, dan pikir. Artinya seseorang mampu mengenali emosi yang terwujud dalam ekspresi fisik, dalam perasaan yang dirasakan, dan yang ada dalam pikiran.
- Mampu mengenal emosi pada orang lain, desain, karya seni dan lainnya melalui bahasa, bunyi, penampilan dan perilaku. Artinya, selain mampu mengenali emosi orang lain, juga mampu mengenali emosi yang tergambar dalam sebuah cerita atau musik, mengenali emosi yang diekspresikan tokoh dalam lukisan dan lainnya.
- Mampu mengekspresikan emosi secara tepat dan menunjukkan kebutuhan yang terkait dengan perasaannya.
- Mampu membedakan ekspresi perasaan yang tepat dan yang tidak tepat, antara jujur dan yang tidak jujur. Seseorang tahu bahwa ekspresi emosinya jujur atau tidak. Juga tahu orang lain jujur atau tidak. Begitu juga tahu apakah emosinya dalam suatu situasi tepat atau tidak. Misalnya tahu bahwa dalam upacara pernikahan tidaklah tepat jika bersedih.

Tahap 2. Fasilitasi emosi untuk berpikir
Tahap kedua ini terdiri dari empat hal , yaitu :
- Emosi memberikan prioritas pada pikiran dengan mengarahkan perhatian pada informasi yang penting. Misalnya menghindar bahaya lebih penting karena itu takut datang.
- Emosi cukup jelas dan tersedia sehingga emosi tersebut dapat digunakan sebagai bantuan untuk menilai dan sebagai ingatan yang berhubungan dengan rasa.
- Perubahan emosi mengubah perspektif individu dari optimis menjadi pesimis, mendorong untuk mempertimbangkan berbagai pandangan.
- Emosi mendorong adanya pembedaan pendekatan khusus dalam pemecahan masalah. Misalnya saat bahagia akan mendorong lebih kreatif.

Tahap 3. Pengertian dan penguraian emosi; penggunaan pengetahuan emosi.
Tahap ketiga ini terdiri dari empat hal, yaitu:
- Mampu memberikan label emosi dan mengenal hubungan antara berbagai kata dan emosi itu sendiri. Misalnya hubungan antara
- Mampu untuk mengartikan bahwa emosi berkaitan dengan hubungan. Misalnya marah terkait dengan gangguan, sedih terkait dengan kehilangan, takut terkait dengan ancaman, dan lainnya.
- Mampu mengerti rasa yang kompleks. Misalnya mampu memahami terdapatnya campuran rasa, ada cinta, cemburu, benci sekaligus, lalu antara terkejut dan takut, dan lainnya.
- Mampu mengenali perpindahan diantara emosi. Misalnya dari rasa bangga menjadi malu, dari rasa bahagia menjadi sedih, dari rasa tersinggung menjadi rasa kagum.

Tahap 4. Pengarahan reflektif emosi untuk mempromosikan pengembangan emosi dan intelektual
Tahap terakhir ini juga terdiri dari empat hal, yaitu :
- Mampu untuk tetap terbuka untuk rasa menyenangkan maupun tidak menyenangkan
- Mampu melibatkan diri atau menarik diri secara reflektif dari suatu emosi dengan mendasarkan pada pertimbangan adanya informasi atau kegunaan
- Mampu memantau emosi secara reflektif dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain.
- Mampu mengelola emosi dalam diri sendiri dan orang lain dengan mengurangi emosi negatif dan memperbesar emosi positif, tanpa menambahkan atau melebih-lebihkan informasi yang menyertainya.



Kecerdasan Emosi Perlu Dipupuk Sejak Anak Usia Dini

Tahukah anda bahwa dasawarsa terakhir ini telah tercatat rentetan laporan tentang lenyapnya sopan santun dan rasa aman, yang menyiratkan serbuan sifat jahat. Hal ini mencerminkan meningkatnya ketidakseimbangan emosi, keputusasaan, dan rapuhnya moral di dalam keluarga kita, masyarakat, dan kehidupan kita bersama.

Tahun-tahun ini telah merekam meningkatnya tindak kekerasan dan kekecewaan, entah dalam kesepian anak-anak yang terpaksa ditinggal sendiri atau diasuh babysitter dan televisi, atau dalam kepahitan anak-anak yang disingkirkan, disia-siakan, atau diperlakukan dengan kejam dalam keluarganya. Meluasnya
penyimpangan emosional terlihat pada melonjaknya angka tingkat depresi di seluruh dunia dan pada tanda-tanda tumbuhnya gelombang agresivitas.

Anda tentu tidak ingin putra-putri anda mengalami hal semacam itu, bukan? Karena dapat menghambat kreatifitas dan kualitas hidupnya sebagai manusia di masa depan. Agar hal tersebut tidak terjadi, maka tentu saja anda wajib melakukan pembelajaran tentang kecerdasan emosi. Anak akan melihat contoh dari orang tuanya terlebih dahulu. Baru dia akan melakukannya.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah membacakan buku cerita tentang bagaimana menerima diri sendiri apa adanya untuk menghilangkan rasa kecewa. Pangku anak sehingga dia merasa nyaman. Lalu anda mulai bercerita.

Sekawanan gajah hidup di tengah hutan. Gajah-gajah tersebut berwarna abu-abu. Ada seekor anak gajah yang manis. Kulitnya berwarna biru. Si anak gajah sangat periang. Pada suatu hari, dia berjalan-jalan sendirian. Dia bertemu dengan jerapah. Si jerapah bertanya sambil tersenyum, "Kenapa warnamu biru? Semua gajah berwarna abu-abu." Ditanya seperti itu, si anak gajah tidak bisa menjawab. Dia hanya bilang bahwa dia akan bertanya kepada ibunya.

Di tikungan berikutnya dia bertemu dengan monyet. Dan monyet bertanya hal yang sama, kenapa anak gajah berwarna biru, kenapa tidak abu-abu saja seperti yang lainnya. Si anak gajah lalu pulang dan bertanya kepada ibunya. Si ibu menjawab, "Nak, apapun warna kulitmu, kamu tetap anak ibu. Dan kamu tetap gajah yang manis. Warna biru juga bagus kok." Si anak gajah pun tidak merasa kecewa lagi.

Keesokan harinya, dia bermain-main di dekat sekawanan kuda. Ada anak kuda mendekatinya dan bertanya kenapa warnanya biru. Si anak gajah kembali kecewa karena ternyata jawaban ibunya tidak membuatnya diterima oleh yang lainnya. Malahan dia ditertawakan dan tidak diajak ikut bermain.

Dengan rasa sedih di hatinya, dia berjalan sendirian menuju ke padang rumput. Di sana banyak tumbuh bunga-bunga liar yang sangat indah. Ada juga kupu-kupu dan burung-burung saling berkejaran. Wah si anak gajah merasa sangat senang karena warna mereka juga biru. Ini dia nih, teman-temanku. Pasti mereka mau menerimaku dan mengajakku bermain. Begitu katanya dalam hati. Dia lalu memanggil kupu-kupu dan burung-burung itu. Tapi mereka malah terbang menjauh. Si anak gajah sangat kecewa. Aduh, aku tidak punya teman, dia menggerutu lagi.

Dengan lunglai dan sedih, dia berjalan ke arah sekolah. Di sana banyak anak sekolah yang sedang bermain. Ada yang main petak umpet, ayunan, kuda putar, pokoknya mereka kelihatan sangat gembira. Melihat ada anak gajah datang, anak-anak yang sedang bermain itu lalu mengerumuninya. Mereka mengajaknya
bermain. Anda tahu tidak apa yang ada dalam pikiran anak gajah. Ternyata anak-anak itu berseragam baju biru. Dia berpikir bahwa karena warnanya sama, biru, maka dia diajak main bersama. Maka mereka bermain sampai bel sekolah berbunyi tandanya semua murid harus masuk kelas. Murid-murid itu berkata bahwa gajah harus menunggu hingga jam sekolah selesai. Jadi mereka bisa bermain lagi.

Tiga puluh menit kemudian bel sekolah berbunyi tanda semua murid boleh pulang. Pada saat keluar kelas, semua murid tidak lagi berseragam biru. Mereka memakai baju berwarna-warni. Ada yang merah, hijau, kuning, hitam, putih, abu-abu, ungu. Wah, seperti pelangi dech. Si anak gajah sempat merasa was-was.
Jangan-jangan dia tidak diajak main lagi. Tapi dengan tidak disangkanya, mereka kembali bermain dengan anak gajah dengan senangnya. Ada yang naik di punggungnya. Ada yang bermain dengan belalainya. Ada yang bergelayut di kakinya. Ada juga yang menggelitiknya sampai dia merasa geli dan tertawa cekikikan.

Tak terasa hari telah menjelang sore. Murid-murid telah dijemput oleh orang tuanya. Si anak gajah pun merasa harus segera pulang. Tidak ingin membuat ibunya khawatir. Mereka berjanji akan bermain lagi keesokan harinya.

Hari itu merupakan hari yang paling membahagiakan bagi si gajah kecil. Karena mulai saat itu, dia tidak merasa kecewa lagi dengan warna biru kulitnya. Ibunya berkata benar. Kalau kita bisa menerima di dalam hati kita, bahwa perbedaan itu indah, seindah pelangi di langit.

Nah, cerita di atas dapat dijadikan salah satu pedoman untuk menanamkan kecerdasan emosi kepada anak anda sejak usia dini.
(Sumber : http://www.miss-jana.org)






Comments :

0 komentar to “Kecerdasan Emosi”